Sabtu, 14 Agustus 2010

Olahan Kurma Berbuah Manis

Buah kurma tidak lagi disajikan apa adanya. Sekadar buah coklat bulat panjang dengan biji di dalamnya. Kini, berkat kejelian dan kreativitas tangan-tangan trampil, kurma bisa dinikmati dengan beragam rasa.

Ada kurma yang terbuat dari buah salak atau kurma yang dilapisi coklat dengan beragam rasa, serta bijinya diganti dengan mente atau kenari. Siapa sangka jika produk-produk itu ternyata buah karya pengusaha UKM di Jatim.

Dodo Arief Dewanto misalnya, melihat produk kurma yang marak ditawarkan pedagang eceran hingga ritel modern selama ini hanya bermain pada kemasan yang menarik.
Menurutnya, konsumen tahunya makan kurma harus sibuk dengan membuang bijinya. “Karenanya, kita mencoba menawarkan pilihan menarik dan memiliki nilai jual lebih yakni dengan dilapisi coklat, bijinya diganti mente atau kenari,” kata Dodo, yang mulai bereksperimen tahun 2005.

Di luar dugaan, meski pemasarannya terbatas melalui blogspot, ternyata produknya banyak diminati. Tak hanya dari Jawa, beberapa kota di luar Jawa, seperti Banjarmasin, Balikpapan, Makassar, juga melirik hasil kreasinya.

“Ada tiga pilihan ukuran besar, sedang dan kecil, dengan harga mulai Rp 10.000-25.000 per bungkus,” sebut pria 35 tahun ini, ditemui di kawasan Rungkut Madya, Surabaya, Kamis (22/4).
Banyak pilihan produk berbasis kurma dengan merek Chika itu, seperti kurma salut coklat isi mente bertabur almond atau wijen, kurma salut coklat putih isi mente dengan taburan kismis, kemudian kurma polos isi kenari salut coklat putih.
“Konsumen tertarik karena kemasannya menarik, terutama tak lagi ribet soal bijinya. Apalagi kita juga melayani permintaan dengan pilihan rasa di-mix,” papar Dodo, yang mengaku sejumlah ritel modern mulai melirik produknya.
Makanan ringan berbasis kurma merupakan salah satu dari sembilan macam produk yang dihasilkan dan dipasarkan Dodo. Didampingi istrinya, Meutia Ananda, alumni ITS Surabaya ini mulai merintis usaha camilan sekitar 2004.
Ketika merintis berbagai bahan makanan untuk kebab dan tortilla, ia mengaku pernah ditipu hingga ratusan juta rupiah. Modal yang dirintis habis dan terpaksa harus memulai dari nol dengan berdagang kue maryam di Gresik. Buah kesabarannya membuahkan hasil, bahkan sukses membuka beberapa gerai maryam di beberapa kota.
“Meski begitu, ternyata tak cukup bagi UKM kecil. Karena saat saya mencoba mengajukan kredit ke perbankan, ternyata semua bank di Surabaya menolak dengan alasan tak prospektif,” ulas mantan karyawan perusahaan rokok internasional.
Berbekal dana yang ia miliki, Dodo kembali memproduksi beberapa bahan makanan ringan yang ia pasarkan ke sejumlah perusahaan franchise dan restoran. Lambat laun, produknya mulai dikenal dan ia terus memperlebar segmen pasar.
Kini, ia memiliki sembilan macam produk di antaranya, tortilla/lebannes, roti burger, canai/maryam, cone pizza, daging kebab, daging burger, tahu Tasikmalaya, beragam coklat, kurma rasa dan beberapa variasi produk makanan.
“Saat ini, kapasitas produksi kami kisaran 70.000-200.000 piece per bulan,” tandas Dodo, yang mendapat kucuran kredit dari PT Permodalan Nasional Madani (PNM).
Untuk terus eksis, selain menata kualitas SDM yang mencapai 30 orang, Dodo juga menargetkan bisa mengeluarkan varian produk baru setiap tiga bulan sekali.

Kurma dari Salak
Lain lagi yang dilakoni Saniyah, 47, warga Dusun Morkolak, Desa Kramat, Kecamatan Kota, Bangkalan. Ia mampu menyulap salak menjadi ‘kurma’, buah manis khas Arab Saudi.
Ide Saniyah muncul begitu saja, saat melihat para pedagang buah yang pulang tanpa membawa hasil. Jualan salaknya masih utuh. “Dari situlah, saya mulai memberdayakan buah salak yang tidak laku untuk diolah menjadi makanan. Sehingga, memberi keuntungan bagi pedagang, sekaligus memaksimalkan panenan,” tuturnya, pekan lalu.
Selain mendapat bahan baku dari penjual buah dengan harga Rp 60.000 per ember, yang berisi 5 kg, Saniyah bisa memanen salak dari kebun sendiri.

Untuk meningkatkan kemampuannya, ibu berkulit cokelat ini mengikuti pelatihan UKM di Nganjuk, awal 2005. Bermodalkan pelatihan itu, ia mencoba memaksimalkan buah salak yang tidak laku dan berhasil mengubah menjadi camilan ‘kurma’.

Prosesnya, diakui Saniyah, memang tidak mudah. Pertama, ia harus menggodok salak dengan air gula pasir yang sudah dicampur bensowat selama kurang lebih tiga jam. Dengan harapan, daging salak yang keras akan lembek, sekaligus berubah warna.

”Tahap ini, warna beserta bentuk salak berubah menyerupai buah kurma yang sudah matang,” urai ibu yang mendapat penghargaan Hortikulutural (pemberdayaan hasil kebun) dari Gubenur Jawa Timur, H Soekarwo ini.

Adapun air rebusan gula pasir yang sudah mengental itu diganti dengan air baru yang sudah tercampur gula pula hingga kesat. ”Sisa dari air rebusan pertama tidak saya buang. Itu bisa digunakan buat sirup salak,” katanya, seraya menunjuk kemasan botol sirup salak berwarna merah kecoklatan.
Tidak sampai di situ, Saniyah yang dibantu warga penghasil buah Salak melanjutkan ke proses penjemuran selama tiga hari. “Lima atau delapan orang tetangga biasanya ikut membantu. Mereka juga dapat bagi hasil,” terangnya.

Dari hasil pemberdayaan itu, Saniyah mampu menghasilkan kurma salak 40 hingga 50 kg per hari dengan penghasilan bersih Rp 2 juta dalam sebulan. Untuk pengemasan, ada dua macam. Kemasan yang dijual Rp 6.500/ons dan kemasan Rp 12.500/kg.

Soal pemasaran, Saniyah mengaku menitipkan hasil karyanya di beberapa toko yang menjual makan khas Madura, tempat perziarahan di Makam Syaichonacolil yang terletak di Desa Martejasah, Bangkalan. ”Di situ banyak pengunjung dari luar Madura, bahkan luar Jawa,” urainya.

Selain kurma salak, ketua kelompok tani Ambudi Makmus II ini juga memproduksi dodol salak, sirup salak, hingga kripik salak. “Sehingga, warga sudah jarang sekali ke pasar menjajakan salaknya, karena saya sudah memesan jauh-jauh hari untuk bahan baku kurma, dodol, sirup, dan kripik salak,” tuturnya. dio/st32


Sumber :
http://www.surya.co.id/2010/04/26/olahan-kurma-berbuah-manis.html
26 April 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar